Rabu, 22 Februari 2012

RESUME HUKUM TATA NEGARA ISLAM Oleh MUHAMMAD MUDAKIR


HUKUM TATA NEGARA ISLAM

Menurut pemateri konsep siyasah ada tiga:

1. Khilafah

Dalam khilafah ini terjadi dari masa Nabi, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Utsmaniyah. Khilafah ini berakhir pada tahun 1924 di Turki.

2. Nation state

Yaitu Negara yang memiliki arti:

- Sekulerisme yaitu pemisahan antara agama dan Negara

- Westernisme yaitu penjajahan kepada Negara tertentu yang dilakukan oleh bangsa-bangsa barat.

- Kapitalisme yaitu era perdagangan bebas

3. Post-nation state

Dalam rangka untuk mengembalikan Khilafah di dunia, pada tahun 1928 berdiri Ikhwanul Muslimin yang bertujuan:

a. Takwinul jama’ah (mobilitas massa)

b. Takwinul quwah (menghimpun kekuatan)

c. Iqamatud daulah islamiyah (mendirikan Negara Islam)

d. Iqamatul khilafah islamiyah (mendirikan khilafah Islam)

Dari gerakan ini mulai dimulai untuk mengembalikan dunia ini dalam khilafah, tapi dalam perjalanannya gerakan ini juga mengalami friksi-friksi dari dalam sehingga muncul gerakan-gerakan yang baru, seperti:

1. Jama’atul Islamiyah, Jama’atut Takfir wal Hijrah, Ashbabu Muhammad

2. Tandhimul Jihad

Dari kedua kelompok gerakan tersebut disatukan sehingga membentuk gerakan Al-Qaedah pada tahun 1989 yang di pimpin oleh Osama bin Laden.

Pengertian

Hukum tata Negara Islam disebut juga As-siyasah asy-syar’iyah dari kata sasa-yasisu-siyasah yang memiliki arti mengatur, mengendalikan, mendistribusikan. Dalam konsep fiqih disebut juga Fiqih Siyasah.

Fiqih Siyasah dibagi menjadi 2:

1. Siyasah Wadl’iyah

2. Siyasah Syar’iyah

Dilihat dari uslubnya fiqih siyasah dibagi menjadi:

1. Siyasah Dusturiyah

2. Siyasah Tasyri’iyah

3. Siyasah Qadlaiyah

4. Siyasah Maliyah, dll.

RESUME HUKUM PIDANA ISLAM Oleh MUHAMMAD MUDAKIR




HUKUM PIDANA ISLAM

ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

Arab: asasun) = dasar atau prinsip

Legalitas (Latin: lex) = undang-undang

legalis = sah atau sesuai dengan ketentuan undang-undang) à keabsahan sesuatu menurut undang-undang

Penerapan Asas Legalitas adalah peraturan tidak boleh berlaku surut. Pengecualian prinsip tidak berlaku surut adalah Jarimah Qazf (menuduh zina) dan Jarimah Hirabah. Ada juga dalam asas legalitas yaitu dikenal dengan asas praduga tidak bersalah.

Reaktualisasi Hukum Pidana Islam

Tudingan out of date → koreksi terhadap sistem hukum jahiliyah → upaya penyegaran atau tindakan untuk menjadikan sesuatu itu baru di satu sisi dan di sisi lain tetap tidak merubah nilai dasar dari sesuatu yang diperbarui.

Redefinisi Jarimah Hudud

1. Zina; sanksinya cercaan dan hinaan, kurungan dalam rumah, hukuman dera

2. Konversi agama (riddah); sanksinya dibunuh

3. Rajam

Obyektifikasi Hukum Pidana Islam dalam Hukum Nasional

upaya penyegaran atau tindakan untuk menjadikan sesuatu itu baru di satu sisi dan di sisi lain tetap tidak merubah nilai dasar dari sesuatu yang diperbarui.

obyectification diartikan sebagai ”act or proces of making an idea or concept objective, especially of giving objective excistence to illusion and delutions of the mind”

objectify diartikan sebagai “to give external existence to ideas or concept, especially when these are illusory or delusional”

à membuat sesuatu menjadi obyektif. Sesuatu dikatakan obyektif jika keberadaannya independen atau tidak tergantung pada pikiran sang subyek (Kuntowijoyo)

obyektif pasif dalam arti menerima kenyataan obyektif yang disodorkan atau yang sudah ada dalam realitas kehidupan

obyektifikasi merupakan perilaku aktif untuk mengobyektifkan suatu gagasan-gagasan

Proses dialektika :

1. Eksternalisasi

2. Obyektivikasi

3. Internalisasi

Dasar Pemikiran Obyektifikasi

Dasarnya adalah pluralisme masyarakat. hukum Islam dipahami tidak dalam kerangka formalistik akan tetapi substantif. Obyektifikasi Islam adalah sebuah konsep yang mendasarkan diri pada sebuah analisis sosial empiris bukan berangkat dari analisis yang bersifat tekstual.

periodisasi sejarah umat Islam menjadi tiga. Pertama, periode mitos, kedua periode ideologi, ketiga periode ilmu

Langkah-langkah obyektifikasi

1. Obyektifikasi dari Bentuk Abstrak ke Kongkrit

2. Obyektifikasi dari Ideologi ke Ilmu.

3. Obyektifikasi dari Subyektif ke Obyektif

Kendala Penerapan Hukum Pidana Islam

1. Kendala kultural dan sosiologis, yakni adanya sebagian umat Islam yang belum menerima untuk diberlakukan secara obyektif di Indonesia.

2. Kendala fikrah (pemikiran), yakni banyaknya pandangan negatif terhadap hukum pidana Islam dan kurang yakin dengan efektifitasnya.

3. Kendala filosofis, yakni tuduhan bahwa hukum ini tidak adil bahkan kejam dan out of date serta bertentangan dengan cita-cita hukum nasional.

4. Kendala yurudis, yakni belum adanya ketentuan hukum pidana yang bersumber dari syari’ah Islam.

5. Kendala konsolidasi, yakni belum bertemunya para pendukung pemberlakuan syari’ah Islam, bahkan yang ada adu argumnetasi yang berkepanjangan.

6. Kendala akademis, masih terlihat belum meluas dan kurang tersosialisasinya pembelajaran hukum Pidana Islam di berbagai perguruan tinggi, khususnya di fakultas hukum, sekalipun kenyataanya bahwa semua mahasiswa 90 persen beragama Islam.

7. Kendala ilmiah, yaitu kurangnya literatur yang mengulas hukum pidana Islam, terutama dari segi efektifitasnya dalam menanggulangi angka kriminilatitas.

8. Kendala politis, yakni kurang sinerginya kekuatan politik untuk menggolkan penegakan syari’at Islam melalui proses politik.

KONTRIBUSI HUKUM PIDANA ISLAM DALAM HUKUM PIDANA NASIONAL

Prinsip-prinsip modern tentang keadilan, kemanusiaan, kemanfaatan, kemaslahatan, dan perlindungan masyarakat → diabstraksikan dalam Hukum Pidana Islam

→ diimplementasikan dalam Hukum Pidana Indonesia

Eksistensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional

Kedudukan hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia mengalami dua periode:

a. Periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif.

b. Periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif.

Keberadaan hukum Islam di dalam hukum nasional :

a. ada dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional Indonesia;

b. ada dalam arti adanya dengan kemandirinannya yang diakui adanya dan kekuatan serta wibawanya oleh hukum nasional dan diberi status sebagai hukum nasional;

c. ada dalam hukum nasional dalam arti norma hukum Islam berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional; dan

d. ada dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional Indonesia

RESUME HUKUM PEWARISAN ISLAM oleh MUHAMMAD MUDAKIR

HUKUM PEWARISAN ISLAM

Di Indonesia belum ada hukum yang secara nasional mengatur tentang pewarisan, ini dikarenakan masih adanya perbedaan antara hukum pewarisan yang ada di Islam dan hukum pewarisan adat (atau yang berlaku di masyarakat secara umum).

Dalam hal ini di sebut dengan pluralisme hukum; artinya ada beberapa hukum yang sama dalam satu masa.

Dalam kewarisan adat ada ciri-ciri tertentu, yaitu:
1. Di lihat dari kekerabatan patrilineal; artinya garis keturunan laki-laki
2. Di lihat dari kekerabatan matrilineal; artinya garis keturunan perempuan
3. Di lihat dari kekerabatan parental; artinya baik garis keturunan dari laki-laki maupun perempuan.

Hukum yang selama ini berlaku di Indonesia mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook), serta pada tahun 1991 ada Inpres No. 1 Tahun 1991 yang mana menjadi dasar dalam Kompilasi Hukum Islam.

Dalam UU No. 7 Tahun 1989 kemudian diperbarui UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa orang yang beragama Islam jika ada sengketa permasalahan waris antar orang Islam maka harus menggunakan Kompilasi Hukum Islam. Tapi di sini masih ada tanda tanya kalau sengketa memakai hukum Islam yang mana karena belum ada UU yang mengatur masalah waris tersebut.

Dalam golongan Syi’ah telah memiliki Hukum Pewarisan Syi’ah, yang mana isinya lebih dekat dengan kondisi Islam di Indonesia yaitu yang lebih condong ke pewarisan adat. Dan ini yang menjadi problem dalam masyarakat yang lebih suka memakai hukum waris adat dari pada hukum waris menurut Islam karena alasan adat yang lebih mengutamakan musyawarah dan kerataan dalam pembagian harta warisan.

Sehingga dalam hukum waris adat tidak ada yang namanya ahli waris tidak mendapat harta warisan, semuanya dapat merasakan harta warisan tersebut. Karena kalau menurut hukum waris Islam ada syarat-syarat bagi ahli waris yang dapat menerima harta warisan sehingga ada yang tidak dapat menerima karena terbentur syarat itu.

Berbicara masalah waris, ulama Sunni mendefinisikan walad atau aula dada dua definisi:
1. Walad al shulbi yaitu anak yang lahir dari pasangan suami istri
2. Walad ghairu al shalbi yaitu anak yang masih satu keturunan seperti cucu, cicit, dll.

Dan untuk anak angkat dihukumi bukan walad yang berarti tidak ahli waris tetapi bias diberi wasiat atau hibah.

Yang menjadi penghalang waris adalah:
a. Beda agama
b. Membunuh

RESUME: HUKUM PERKAWINAN ISLAM oleh MUHAMMAD MUDAKIR





HUKUM PERKAWINAN ISLAM

· Pengertian

v Perkawinan adalah terjemahan dari kata nakaha dan zawaja. Kedua kata inilah yg menjadi istilah pokok dalam al-Qur’an utk menunjuk perkawinan. Kata zawaja berarti berpasangan sedangkan kata nakaha berarti berhimpun. Dengan demikian dari sisi bahasa perkawinan berarti “berkumpulnya dua insan yg semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra”.

v Perkawinan pada hakikatnya adalah akad yg diatur oleh agama utk memberikan kebolehan kpd pria dan wanita melakukan hubungan fisik dan membina rumah tangga.

v Perkawinan merupakan suatu akad yg menimbulkan kebolehan hubungan keluarga antara seorang pria dengan seorang wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak dan kewajiban bagi keduanya.

· Dasar

Dasar/sumber hukum perkawinan: an-Nisa’ ayat 3 dan hadis Nabi Muhammad saw dari Ibn Abbas diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim.

· Tujuan dan Hikmah

a. Memperoleh kehidupan sakinah, mawaddah dan rahmah,

b. Reproduksi regenerasi,

c. Pemenuhan kebutuhan biologis,

d. menjaga kehormatan, dan

e. ibadah

Sedangkan hikmah perkawinan adalah hal-hal yg bersifat abstrak yg diperoleh/dirasakan oleh orang yg menikah misalnya, ketenangan dan ketenterman jiwa, terjaganya generasi manusia, dll.

· Prinsip/Azas Perkawinan

a. Musyawarah dan demokrasi, surah ath-Thalaq ayat 7,

b. Menciptakan rasa aman dan tenteram dalam keluarga,

c. Menghindari adanya kekerasan, an-Nisa ayat 19,

d. Hubungan suami isteri sebagai hubungan patner,al-Baqarah 187, 228 dan an-Nisa 32, dan

e. Prinsip keadilan, an-Nisa 58.

· Perempuan yang haram dinikahi

Pengertian: Perempuan yg diharamkan utk dinikahi karena adanya halangan baik yg bersifat abadi maupun sementara.

Dasar hukumnya adalah Qur’an Surat An-Nisa’: 23 dan 22 dan Hadits Nabi

Klasifikasi dan dampak hukumnya:

a. HALANGAN YANG BERSIFAT ABADI: PEREMPUAN2YG HARAM DINIKHI UNTUK SELAMA-LAMANYA KARENA ADANYA HUBUNGAN

1) NASAB/KETURUNAN,

2) PERKAWINAN/PERSEMENDAAN, DAN

3) SESUSUAN.

(RINCIANNYA SEBAGAIMANA DISEBUTKAN DALAM AYAT DAN HADIS DI ATAS).

b. HALANGAN BERSIFAT SEMENTARA: PEREMPUAN2 YG HARAM DINIKAHI KARENA ADANYA HALANGAN YG BERSIFAT SEMENTARA ADA LIMA:

1) BILANGAN/LEBIH DARI EMPAT,

2) MENGUMPULKAN DUA ORANG YG DIHARAMKAN UTK DINIKAHI,

3) ISTERI YG TELAH DITALAK TIGA SUAMINYA, (4) PEREMPUAN YG TIDAK BERAGAMA SAMAWI

· Konsep Khitbah

Khitbah: seseorang laki-laki meminta kepada seseorang perempuan untuk menjadi isterinya.

Hukum khitbah: Dalam al-Qur’an dan banyak hadis Nabi memang banyak yg membicarakan hal khitbah. Namun tdk ditemukan secara jelas tentang adanya perintah atau larangan melakukan khitbah. Oleh karena itu pada umumnya ulama tdk mewajibkannya, Dengan kata lain, mubah. Namun Ibn Rusyd menukilkan pendapta Daud ad-Dzahiriy yg mengatakan bhw hukum khitbah adalah wajib dengan alasan didasarkan pd perbuatan dan tradisi Nabi.

Wanita yg boleh dipinang:

(1) semua Perempuan yg tdk termasuk diharankan scr abadi ataupun sementara utk dikawini, boleh dipinang,

(2) tidak dalam pinangan laki-laki lain

Melihat pinangan: Meskipun Nabi menetapkan boleh melihat perempuan yg dipinang, namun ada batas2 yg boleh dilihat. Jumhur Ulama, menetapkan yg boleh dilihat hanya muka dan telapak tangan. Abu Hanifah membolehkan kedua telapak kakinya, sementara Ulama Hanabilah membolehkan pada enam anggota badan yakni wajah, leher, tangan, telapak kaki, kepala, dan betis.