Rabu, 22 Februari 2012

RESUME: HADITS AHKAM oleh MUHAMMAD MUDAKIR


HADITS AHKAM

Hadits ahkam bisa diartikan juga sebagai bahasan-bahasan hadits yang hanya menjelaskan tentang hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum syara’.

Dari sekian banyak hadits hukum, kami mengambil pembahasan masalah hukum air. Sebagaimana hadits:

عن أبى هريرة رض قال: قال رسول الله صلعم: اللهم طهرنى بالثلج والبرَد والماء البارد. رواه مسلم

Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda Ya Allah! Sucikanlah daku dengan salju, embun dan air sejuk dingin. (HR. Muslim).

Hadits di atas diriwayatkan oleh Muslim, menyatakan bahwa air adalah suci dan mensucikan. Kata sebagian ulama; air yang dimaksudkan oleh hadits ini ialah air muthlaq (air yang masih tetap dalam keasliannya).

Kata sebagian ahli tahqiq yang dimaksud dengan air disini segala air yang mencakup air mutlak dan air muqayad (air yang terikat dengan sesuatu perkataan yang dikatakan juga air mudlaf, yang perkataan air, disandarkan kepada sesuatu nama yang lain dari nama tempat atau wadah, seperti: air mawar, air nyiur, air buah-buahan atau sari buah). Disandarkan kepada sesuatu, hanyalah untuk membedakannya saja, sama juga dengang menyandarkan “air” kepada perkataan: sungai, sumur, laut dan sebagainya. Menyandarkan air kepada sesuatu, tiadalah menghilangkan tenaga atau kekuatannya yakni tetap mensucikan.

Ibnu Qunaidah berkata: Benda-benda yang cair, misalnya kuah, susu dan sebagainya, kecuali air nabidz (air bebuahan yang beragi), tak dapat mensucikan; karena Allah hanya menetapkan kekuatan mensucikan itu, pada air saja.

Dan “air mudlaf” (air yang disandarkan kepada sesuatu nama lain), yang tidak boleh kita bersuci dengannya, ada tiga macam:

1. Air yang diperas dari benda-benda yang suci, seperti: air mawar, air cengkeh, air akar kayu dipotong

2. Air yang bercampur dengan benda yang suci dan telah berubah namanya karena percampuran itu seperti telah menjadi air kuah, air the, air kopi dan sebagainya.

3. Air yang telah dipakai untuk memasak sesuatu, merebus pisang dan sebagainya.

Semua ulama menetapkan bahwa kita tidak boleh bersuci dengan air-air tersebut. Hanya Ibn Abi Laila dan Al-Asham yang membolehkan bersuci dengan air perasan buah-buahan yang suci itu.

Air yang bercampur dengan benda suci yang belum berubah namanya lantaran percampuran itu, diperselisihkan hukumnya oleh para ulama.

Malik, Syafi’i dan Ishak Ibnu Rahawaih tidak membolehkan kita bersuci dengan air itu.

Abu Hanifah dan Ahmad (dalam salah satu penjelasannya), membolehkan kita bersuci dengan air itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar